Glimpse Of Us Inspired Song By Joji (Helen POV)
Siapapun yang melihat pemilik
dwinetra berwarna legam ini pasti akan jatuh cinta kepadanya. Bahkan semua
perasaan yang ku miliki berawal dari
melihat netra yang indah ini, lalu kemudian aku menemukan hal-hal indah yang
berada di dalam dirinya seiring berjalannya waktu.
Hari ini tepat perayaan tiga tahun
aku dan Sagara menjalankan hubungan yang menurutku indah namun menyakitkan.
Bagaimana tidak? saat kamu berusaha mati-matian membantunya keluar dari masa
lalunya, ia malah seakan terjebak atau bahkan enggan untuk meninggalkannya.
Bagaimana rasanya jika orang yang kalian sayangi selama tiga tahun ini
masih dibayangi oleh masa lalunya?
Bagaimana rasanya jika sudah sejauh ini kalian bertahan, tetapi masih
saja jelita lain menjadi pemenang di hatinya?
Mungkin akan banyak pertanyaan
“bagaimana” ku lontarkan namun aku memilih untuk menyimpan pertanyaan itu,
karena aku tahu semua jawaban yang akan aku terima tak akan pernah mengubah
rasa sayangku kepadanya.
Hari ini seperti perayaan tahun
lalu, kebiasaan kami berdua merayakannya dengan sederhana; saling memberikan
kado, dinner dan hal-hal kecil namun indah bagiku. Namun tahun ini aku
memutuskan untuk menampilkan sedikit berbeda seperti biasanya, aku memutuskan
untuk memotong rambutku yang sudah mulai panjang ini. Bukan hanya berasalan hal
itu aku memutuskan memotong rambutku, hal lainnya itu berkaitan dengan keputusanku
malam ini.
Aku berjalan menghampirinya dengan
sekotak hadiah yang sudah pasti ia akan senang jika membuka kotak ini. Malam
ini ia mengenakan jaket kulit kesayangannya berwarna hitam membuat dirinya
terlihat semakin rupawan.
Siapapun yang ditatap netra legam nan tajam ini pasti akan luluh hatinya.
Aku berusaha melangkahkan kaki ku dengan kuat, karena sejujurnya melihat
tatapanya seperti itu membuat hati yang sudah ku tata dengan rapih ini menjadi berantakan.
“Sagara"Pekik ku, lalu yang sedaritadi ku perhatikan dari jauh itu tersenyum seperti biasanya
"Happy Anniversary! Ga nyangka ya ini tahun ke 3 kita" ucapku sambil menghampiriya lalu memeluknya
Dan jujur saja saat memutuskan untuk merengkuhkan pelukan dengan erat kepadanya. Ada perasaan tak ingin menyudahi pelukan yang dingin ini tetapi selalu berhasil menghangatkanku.
Dia terdiam untuk waktu yang lama
dan sudah bisa ku tebak, pasti ia sedang merindukan jelita yang selalu menjadi
pemeran utama di hatinya.
"Sayang" panggilku
Kini ia menatapku, netra kita
saling bertemu satu sama lain lalu tangannya
bergerak memilah anak rambutku yang menghalangi wajahku yang tentu saja bagiku
sangat hangat, aku sempat memejamkan mata untuk menikmati sentuhan tangan
darinya untuk terakhir kali.
“Kamu cantik banget malam ini. Kamu
dari kapan potong rambut kesayanganmu? Tumben kamu gak cerita ke aku” tanyanya
dengan tatapan bingung dan kecewa yang jelas ia tampilkan di mimik wajahnya
kali ini
Dan lagi-lagi siapapun yang dipuji
oleh mulut manisnya pasti akan tersipu malu seperti ku saat ini “Aku bawa
sesuatu untuk kamu”, aku berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan yang
sebenarnya hanya alasanku untuk mengulur
waktu ku sampai benar-benar memantapkan hati untuk mengatakan keputusanku malam
ini.
Kali ini aku menatap pria yang
sudah bersama denganku selama ini sedang membuka Kotak hitam dengan pita
berwana putih dibuka olehnya dengan sangat hati-hati. Binar netra terlihat
sekali saat ketika pria yang ada dihadapanku ini melihat isi kotak yang ku
berikan. Kali ini aku memberikannya hadiah yang ia cari namun tak pernah
ditemukan oleh mereka dulu, iya mereka; Prisa dan Sagara.
Untuk pertama kalinya aku melihat
binar di netra legamnya itu sangat indah hanya pada malam ini saat ia tahu
hadiah apa yang diterima. Bahkan untuk melihat binar mata yang indahnya ini
tertuju padaku butuh waktu yang cukup lama. Tiga tahun aku bersama dengannya
bukan waktu yang sebentar, dan untuk pertama kalinya ia menatapku seutuhnya
diriku sendiri, ya sebagai Helen Qiana kekasihnya, bukan jelita yang selama ini selalu
terbayang di benaknnya.
“Makasih ya Len”, ujarnya terdengar
sangat tulus bahkan aku sempat melihat bibirnya bergetar mengucapkan kalimat
itu
Aku hanya menjawabnya dengan
senyuman
“ Len, ini buat kamu. Happy
Anniversary juga ya!” ucapnya lalu memberiku se-bucket bunga Lily
Aku mengambil bucketnya dengan rasa
kecewa bahkan aku menahan untuk tidak menangis saat melihat bunga Lily.
Lagi-lagi Lily yang ia ingat, batinku. Bukan karena aku membenci bunga Lily,
hanya saja ia pasti mengingat hal lain
saat membelinya.
Prisa, jelita yang dulu sangat ia
sayangi sangat menyukai bunga Lily ini. Sudah bisa ditebak kan bagaimana ia
mengingatnya dengan baik? Ini bukan pertama kalinya ia melakukan ini, bahkan
aku sangat sering menghargainya untuk tak berkomentar apapun saat ia membelikan
bunga yang salah namun tak jarang juga aku sedikit mengingatkan perihal bunga
apa yang ku suka.
Sebenarnya ada hal banyak yang
menjadi keputusanku malam ini kuat, berbagai alasan yang menyakitkan untuk
dipendamku semakin lama.
Bukankah wajar merasakan lelah?
Bukankah wajar merasakan perjalanan
ini sia-sia?
Bukankah ini tak adil juga bagiku?
Karena disetiap harinya aku bisa mencitainya sedalam ini, sedangkan ia masih
setengah-setengah mencitaiku?
“Saga?” panggilku dengan nada yang
cukup serius
“Hmm?” gumamnya, tersenyum sambil
menatap mataku lalu perubahan raut wajahnya sangat jelas saat melihatku menatapnya
serius untuk pertama kalinya.
Dengan raut wajah gusar ia
menatapku cukup lama, “Len kamu kenapa?” tanyanya
Aku berusaha mengatur napasku
karena jujur saja mengatakan ini sangat berat untukku, “A..a..ku mau tanya
sesuatu sama kamu…” belum sempat aku melanjutkan pembicaraanku ia sudah
menggenggam tanganku dengan erat.
Mati-matian aku menahan semua
kehangatan yang ada di dalam genggamanya seperti ini sambil menatapnya dengan lekat.
Lagi-lagi ia setengah gelagapan saat netra kami kembali bertemu.
Dengan nafas yang setengah memburu
melihatnya lagi-lagi menahanku dengan egoisnya, kali ini sudah sampai pada
titiknya. Titik di mana aku ingin benar-benar melepaskan pria yang sangat ku
cintai ini.
“Maaf… pasti karena bunga ini,kan?
Aku lupa kamu suka bunga mawar dan yang berwarna cerah-cerah, ya kan? Maaf ya
aku malah beliin bunga Lily” ucapnya dengan nada terbata-bata
Lagi dan lagi alasan itu yang
selalu ku terima tiap ia melakukan kesalahan ini. Dengan berat hati aku
melepaskan genggamanya “ Aku rasa kamu cukup tahu, Ga. Apa yang sebenarnya aku
permasalahkan saat ini” tegasku sambil tersenyum sedikit tak terima dengan
alasan yang ia buat tadi
Ia masih saja menggenggamku seolah
mengatakan bahwa aku harus tetap bertahan di sisinya.
Buliran air mata ini hampir terjatuh
karena memang sudah lama aku menahannya dan ingin menumpahkanya, dengan sekuat
hati aku lagi-lagi menahannya dengan mengigit bibirku “Tiga tahun Ga, aku kaya jalanin hubungan dengan
orang yang setengah jiwanya entah kemana. Tiga tahun aku berusaha menjadi ‘dia’
yang selalu kamu ingat setiap harinya,
bahkan setiap detik yang kamu punya” ucapku setengah menjerit, aku sudah tidak
memperdulikan semua orang yang kini menatap ke arah kami.
Rasanya sudah cukup waktuku untuk memberi kesempatan Sagara untuk mencoba mencintaiku dengan sepenuh hatinya.
Bukankah apa-apa yang dipaksakan akan menyakitkan?
Walaupun perpisahan ini hal yang
menyakitkan untukku. Bukankah selama ini Sagara juga menyakiti diri sendiri
untuk berusaha memberikan apapun yang ia punya untuk memperlihatkan betapa ia
mencintaiku meskipun hanya setengah hatinya bersama jelita lain?
Komentar
Posting Komentar