Glimpse Of Us Inspired Song By Joji ( Sagara POV)
Jelita yang sedaritadi gue
tunggu kedatangannya mulai menghampiri meja yang sudah gue pesan untuk acara
kita malam ini, ada rasa gugup tiap kali merayakan hari bahagia yang katanya
harus diingat tiap setahun sekali ini, padahal bahagianya gue adalah setiap
hari bertemu dengannya.
Helena Qiana, jelita yang sedang
gue tunggu ini bahkan dari kejauhan saja terlihat cahaya yg bersinar pada
dirinya seperti makna namanya. Tak usah ditanya perihal keberuntungan gue untuk
bisa mendapatkan jelita yang sedaritadi gue puja puji bahkan hanya baru melihat
bayanganya dari kejauhan saja membuat semua pengunjung lain memerhatikannya, ya
tentu saja dirinya memang secantik itu.
Malam ini gue sedikit terkejut saat
melihatnya berdandan penuh dengan persiapan tak seperti biasanya, pakaian yang
dikenakannya, bahkan ia rela memotong rambut panjangnya yang ia sayangi sejak
dulu demi malam special ini. Sialnya sekilas bayangan tentang jelita lain yang
selalu ada tempat khusus di hati gue bahkan dipikiran gue saat bersama Helen pun
muncul begitu saja dan membuat gue seketika diam membisu.
"Sagara" pekiknya
"Happy Anniversary! Ga
nyangka ya kita udah 3 tahun” lanjutnya sambil merengkuhkan pelukan kepada gue
yang masih terdiam
Tunggu, apa dia bilang? Udah tiga
tahun? Udah selama itu juga gue berusaha mati-matian untuk menghapus bayangan
yang lalu dengan membuka hati gue ke Helen dan nyatanya tak bisa mengubah
apapun. Sosok “Prisa Zil” masih melekat erat dibenak gue.
“Sayang” ucapnya lembut,
membuyarkan lamunan sialan gue ini
Gue berusaha menatap mata indahnya
yang mungkin banyak diluar sana yang ingin bisa menatap matanya ini dengan
lekat, tapi lagi-lagi dia sial karena yang natap mata indahnya ini adalah gue
yang dengan setengah hati menatapnya.
Dengan hati-hati gue memilah anak
rambutnya yang membuat wajahnya setengah tertutup rambut, lalu tersenyum “Kamu
cantik banget malam ini. Kamu dari kapan potong rambut kesayanganmu? Tumben
kamu gak cerita ke aku” tanya gue heran, pasalnya setiap apapun yang dia
lakukan setiap harinya pasti akan membaginya ke gue. Dan momen itu yang paling
gue suka dari Helen, ia selalu nempatin gue sebagai rumah disetiap keluh
kesahnya dia.
Dia hanya terkekeh dengan semburat
merah pipinya muncul, “Aku bawa sesuatu untuk kamu” katanya mengalihkan pembicaraan,
lalu ia mengulurkan kotak hitam dengan pita berwarna putih
Saat gue membuka kotaknya gue
sangat terkejut dengan apa yang ada di dalamnya, sebuah vinyl yang gue suka
sejak dahulu bahkan saat gue masih bersama Prisa gue mencari vinyl ini tapi gak
ketemu-ketemu.
“Makasih ya Len” jujur saja gue
mengucapkan kata itu degan bergetar, pasalnya ia selalu all out untuk
memberikan gue hadiah disetiap hari bahagia gue, hari special kita, dan bahkan
setiap harinya.
Ah iya omong-omong soal Prisa, dulu
gue sama Prisa sama-sama menyukai vinyl atau bahkan bisa dibilang mengoleksinya,
makanya tak jarang kita selalu menghabiskan waktu kencan untuk mencari vinyl
kesukaan kita.
Ah kan, dia lagi, dia lagi. Fokus
Sagara!
Rasanya tiap kejadian yang gue
alamin hari ini selalu terpaut oleh Prisa. Buru-buru gue menepis bayangan yang
sudah memenuhi kepala gue ini, lalu memberikan bunga yang sedaritadi gue
siapkan untuk Helen.
“Len, ini buat kamu. Happy
Anniversary juga ya!”ucap gue tulus lalu mengecup keningnya sambil memberikan
bucket bunga kesukaanya
Kalau ditanya gue sayang atau
enggak sama Helen? Tentu gue sayang sama dia, gue selalu berusaha memberikan apapun yang gue punya, tapi, ya
lagi-lagi ini soal Prisa yang sudah lebih dahulu punya tempat tersendiri di
hati gue.
“Saga” panggilnya lagi dengan
panggilan kesayangannya
“Hmm?” jawab gue sambil menatap
matanya kali ini, dan lagi-lagi gue dibuat terkejut oleh tatapan yang sulit
diartikan itu
Gue sekali lagi mencoba mengartikan
tatapannya kali ini tetapi tidak menemukan jawaban dari banyaknya pertanyaan di
kepala gue ini, dan bodohnya milih bertanya, “Len, kamu kenapa?”
Ia tersenyum tipis, terlihat sekali
bibirnya bergetar sekali saat ketika ia ingin membuka suaranya saat pertanyaan
gue tadi
“A..aku mau tanya sesuatu sama
kamu… ” Belum sempat ia meneruskan ucapannya buru-buru gue menggenggam tangannya yang
mungil bahkan kali ini dingin menyelimuti tangannya, gue terlalu pengecut untuk mendengarkan
kalimat selajutnya, karena sejujurnya gue tau mau ke mana arah pembicaraan ini.
Entah untuk kali keberapa gue
selalu bersikap egois seperti ini dan terus berulang kali menahanya agar tetap
bersama gue, disisi gue selama yang gue mau. Brengsek banget emang gue. Tetapi
sejujurnya, dari lubuk hati gue ini, gue benar-benar gak mau kehilangan dia.
“Maaf… aku salah bunganya kan? Aku
lupa kalau kamu suka bunga mawar dan yang berwarna cerah-cerah kan? maaf tadi
aku beliinya malah bunga lily karena…… ” jelas gue setengah gelagapan, gue
yakin betul ia pasti marah dengan alasan gue seperti ini. Permasalahan ini
bukan sekali dua kali gue lakuin hal semacam ini, gue yakin hari ini pasti ia
sudah muak dengan alasan gue.
“Aku rasa kamu cukup tau Ga, apa
yang aku permasalahkan saat ini” ucapnya, raut wajahnya yang semula bersinar
itu kini meredup
Baru saja gue mau memberi alasan
sialan yang gue punya lainnya, Helen sudah melepas genggaman yang gue buat
sedaritadi
“Kamu tau apa yang paling
menyakitkan di tiga tahun ini, Ga?” kali ini ia memberanikan diri untuk menatap
gue
“Tiga Tahun Ga, aku kaya jalanin
hubungan dengan orang yang setengah jiwanya entah kemana. Tiga tahun juga aku
berusaha menjadi ‘dia’ yang selalu kamu ingat terus setiap harinya, bahkan
setiap detik yang kamu punya!” pekiknya sambil mengigit bibirnya yang hendak
menahan tangisnya
Bagaikan petir menyambar gue detik
itu juga, pada akhirnya kalimat itu akan keluar dari mulut Helen bahkan di
malam yang special ini katanya.
Komentar
Posting Komentar